This is how i am living

Thursday, May 27, 2010

My life as a nurse.

Alarm clock rings, the clock showed 5:15 o'clock in the morning. I opened my eyes and stared into the window. Huh .... how many hours I sleep? I'm still sleepy and tired. But I must get ready to leave for work.
I never imagined, I found I could get up early. This I've been doing for three years. My daughter and my husband was still sleeping soundly. I envied them. Especially my husband. He began work at 3 pm, so he can sleep longer than me. But these are the days that I start with the optimistic, do not ever feel lazy or reluctant to get up early, because I knew, it would hamper my career. If I'm late coming to the house of my first patient, surely I'm late coming to the next patient. Fortunately until now this has not happened ...''often''
I rarely have breakfast before leaving for work. I know it's not a good habit. I only brought one apple, or sometimes one slice of bread spread with butter to eat in the car during driving. My job makes me do things that are forbidden to be done during driving, such as receiving a call or calling, writing sms, eating, sometimes all I do at the same time. Can you imagine? But I'm not proud of this. This is foolishness. Luckily I was not asleep while driving ... hehehehehe. What should I do? Those are the demands of work, although I know and realize, my job does not sue me for doing those things. It's just me ... and I know most of my colleagues do the same.
Back to my job. Every day is a big demand for me in my duty to help my patients. I never felt disgust towards them. Many people say that this work is a disgusting job, in the sense of disgust because the sight of blood or other impurities. That is true. Without intention and social life, we may not be able to do this work. We must be strong to face many problems in handling patients with the disease, faces strong vices that sometimes disrupt the continuity of this work. Because humans do not have the same characters, they have the patience, there is an arrogant, there are surrendered because of illness and many other characters.
We also must be patient with them, can cope with stress, can activate the passive, and so forth ..be continued.......

Wednesday, May 26, 2010

It's my live

When I was young, I insist on leaving the city of Malang. I did not even think about landing in this country and settled here. Austria ...
16 years have passed, but I'm still here. I do not know how long I'll stay here even though I have an Austrian citizenship. All I know, my life is happy, has a daughter and a good husband and have a comfortable place to live. We agreed to return to Indonesia when we retire. We plan to come to Indonesia if the winter in Austria, and returned to Austria again when summer comes. That is our plan. We can only be tried and prayed ... and God disposes. My husband is 9 years younger than me. But we never questioned about our age difference. We feel like the young couple. When my daughter was in her grandmother's house, we go to dinner or go to play Billard. We loved this game. My husband taught me to play Billard for two years. Even so I could still undefeated by my husband, and sometimes it makes me more enthusiastic to mastering this game. Billard had become my world, I love this game. Someday I want to take the championship. But I'm still not sure whether I can beat the other players? My husband often advised me to try. Because if not, I can never experience it. I recommended to use the opportunity.This is part of the activities that I like besides cooking and gardening. I also liked my books, I love to read.
I'm sure, a harmonious relationship should be balanced with the preferred hobby together. We liked the activities we do together, whether it's shopping, recreation with family, or choose wall paint color. People used to say that we are not a matching pair. How can they say that if they did not suffer alone? What lies behind those words. Until now we do not care, we regard as the stone tries to block the way we live. But we still love them as they are. We follow the teachings of our religion, which teaches us to care your neighbor as you love yourself.
What exactly are we looking for in this short life? Love? Material? Health? Or worldly pleasures? How important is the science and the success of a person that sometimes become the criteria to be selected as a partner?

The answer is in our hands.

Monday, May 24, 2010

Apabila usia tak lagi memperdayakan kita

Ini adalah kisah dua orang ibu, katakanlah dua keluarga dimana saya datang setiap hari untuk merawat mereka. Ini adalah pekerjaan saya, dan saya tahu setiap hari selalu sama. Tapi ada hal yang untuk saya tidak selalu sama dan ini sangat menarik, yaitu Percakapan dengan mereka. Salah satu dari mereka, seorang ibu tua renta, berumur 85 tahun. Fisik dan mental masih bisa dibilang normal, tidak pikun, namun masih terlihat kerentaan di raut wajahnya. Dia mempunya seorang anak perempuan yang sudah lama meninggalkan dia, karena hidup bersama suaminya. Kehidupan seorang ibu ini menurut ceritanya adalah kehidupan yang membosankan. Setiap hari bangun pagi, disambut dengan seorang perawat yang datang untuk menyiapakan sarapan paginya, mengurusi kebutuhan hidupnya, dan membantunya untuk membersihkan badannya. Dia selalu berkata: ''kehidupan saya teralu monoton, anak saya sudah melupakan saya, dan saya hidup sendiri, sebatang kara. Uang yang datang setiap bulan tidak bisa saya nikmati, karena kondisi saya yang sudah tidak mampu lagi untuk membawa saya untuk menikmatinya. Saya menyesal, kenapa dulu sewaktu saya masih muda, laki-laki saya anggap tidak penting dalam hidup saya''. Hmmm, saya tercengang, berpura-pura tidak mengerti apa maksud dibalik penyesalan itu. Saya sering mengalihkan pembicaraan apabila dia mulai menceritakan kehidupannya yang menyedihkan itu. Saya berusaha agar dia bisa tersenyum dan tertawa. Tapi saya mulai yakin, dia membutuhkan seseorang untuk bercerita, mencurahkan keluh kesahnya, berbagi cerita tentang hidupnya. Saya senang, dan saya selalu siap menjadi pendengar yang baik. Saya menyukai semua pasien-pasien saya, tak perduli bagaimana kondisi fisik dan mentalnya. Dan ibu ini adalah salah satu pasien yang sering dan hampir setiap saya dinas dia selalu ada di Pasien List saya.
Kembali pada kisah tentang penyesalannya, dia mulai menceritakan mengapa dia merana hidup sendiri. Sewaktu dia masih muda, dia adalah wanita cantik tak kurang satu apapun dalam hidupnya. Diantara teman-temannya waktu itu, dia bisa dibilang wanita yang suka pilih-pilih dalam mencari pasangan hidup. Maka dari itu siapa yang mencoba ingin mendekatinya tak pernah awet menjalin hubungan cinta dengannya. Apakah yang salah? Terlalu pilih-pilih, itulah pengakuan darinya. Laki-laki yang datang dan pergi hanya melihat bahwa dia cantik, namun setelah mereka tahu siapa dia dan apa yang dia cari dari seorang laki-laki membuat mereka takut dan menghilang begitu saja. Kadang-kadang mereka pergi tanpa pesan. Tapi baginya ini bukan hal yang menyedihkan, karena dia punya prinsip, pergi satu datang seribu. Dan prinsip ini tetap selalu dipegang olehnya, sampai dia berumur 50 Tahun. Dia memiliki seorang anak perempuan yang dia peroleh dari hubungan pertamanya dengan seorang laki-laki semasa dia masih di SMA. Bapak dari anak kandungnya pergi meninggalkan dia dengan perempuan lain, dan mulailah dia membangun kehidupanya bersama anaknya. Dan kini anaknya sudah menikah dan mempunyai keluarga sendiri, melupakan ibunya, dan terbenam dengan pekerjaannya.
Dengan usianya yang 50 Tahun, dia merasa dirinya sudah tua. Hidupnya sudah mulai tak menentu. Kecantikannya lambat laun mulai berkurang. Mulailah dia mencari pasangan hidup, dari waktu ke waktu. Masih saja prinsip yang dulu belum juga hilang, masih tetap dia bersikeras mencari yang terbaik. Yang terbaik, dan yang lebih baik lagi. Dia mulai berfikir, ada apa dengan dirinya, mengapa laki-laki tidak mau menjalin hubungan yang serius dengannya? Pertanyaan itu terus mengiringi langkah hidupnya, sampai usianya menginjak 60 tahun. Dia sudah mulai sakit-sakitan. Dia sudah lelah, hidunya membosankan. Akhirnya dia mengambil suatu keputusan untuk tidak mencari lagi. Dia pasrahkan pada Tuhan, apa yang Dia berikan padanya dia akan terima, itu janjinya.
Hari berganti hari, dengan umurnya yang semakin menua, datanglah seorang laki-laki ingin menyuntingnya. Laki-laki yang baik yang selalu setia mendampinginya kapanpun dan dimanapun dia berada. Hari-harinya terasa indah bersama laki-laki itu. Dia merasa penyakitnya semakin parah, Laki-laki itu masih dengan sabarnya membina rumah tangga yang harmonis dengannya, merawatnya dikala dia sakit dan memanjakannya setiap hari. Namun Egonya takmembiarkan semua berlangsung lama. Ketidakpuasan masih merongrong hatinya. Sampai akhirnya dia memutuskan untuk hidup sendiri, karena dia merasa ada yang kurang dari laki-laki itu. Yaitu Materi! Oh my God...benarkah apa yang dikatakannya? Ya benar, dia masih membutuhkan laki-laki yang ber-uang, yang mau memberikan segalanya untuk dia. Dia menginginkan laki-laki yang bisa membuat semuanya mudah. Dan itu tidak ada dikriteria laki-laki itu. Pada saat itulah, pertengkaran mulai ada, sampai akhirnya mereka memutuskan untuk berpisah. Laki-laki itu pergi tanpa membawa apapun yang ada dirumah perempuan itu. Kini dia sendiri, menjalani hidupnya seperti kemauannya. Hidup tanpa laki-laki. Semua berlangsung cukup lama. Usianya telah menginjak 70 tahun dan dia tetap sendiri, tiada pendamping. Anaknyapun kadang-kadang saja datang hanya untuk mengantar makanan atau belanjaan lalu pergi lagi. Dia mulai sakit dan tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Hari-harinya dilalui dengan duduk didepan TV dan membaca surat kabar. Setiap kali datang mobil Ambulan menjemputnya untuk pergi ke Rumah Sakit apabila penyakitnya kambuh. Setiap pagi hari datang seorang perawat menyiapkan makan pagi dan menyediakan obatnya. Begitulah seterusnya kehidupan yang dilaluinya. Sampai saat inipun, dia masih juga sendiri. Apa yang bisa dilakukan dengan usia yang sudah 85 tahun?
Saya mengambil banyak hikmah dalam setiap percakapan kami setiap pagi. Saya berpikir, memang benar, apa sebenarnya yang kita cari dalam hidup ini. Kesenangan dan duniawi bukanlah ukuran untuk kebahagiaan hidup. Mungkin kita akan merasakan sendiri apabila kita sudah berusia renta. Banyak sekali pasien saya, yang sudah tua dan hidup sendiri, jangankan jalan-jalan, untuk mengganti popoknya saja harus menunggu petugas Home Care yang datang. Astaga...mudah-mudahan kita tidak termasuk manusia yang merugi, karena penyesalan yang selalu diutarakan itu tidak ada gunanya lagi. Dia hanya seorang yang hanya bisa memberikan petuah, jangan sampai nasib saya seperti dia. Tapi saya sangat menyayangi pasien saya seperti yang sudah saya ungkapkan diatas. Saya adalah pengganti anaknya, walau hanya sebagai pendengar setia, pengganti anaknya yang sudah jarang menemuinya. Saya ikut merasakan dan kadang-kadang membayangkan, beginikah masa tua tanpa seorang partner? Bisakah ini dikatakan suatu dampak suatu kepribadian yang tidak pernah merasa puas dengan apa yang ada? Dia selalu berpesan kepada saya. Dalam pesannya dia selalu berkata ''Cintailah dan terimalah kekurangan suamimu seumur hidupmu, niscaya kamu tidak akan pernah merasa sendiri dan sepi dimasa nanti''. Hmmmm....saya merasa terharu. Saya menganggap dia seperti ibu saya sendiri, karena diapun seorang ibu, dan tiada salahnya menyayangi seseorang seperti dia, walaupun dia bukan ibu saya. Karena pada dasarnya, sayapun tidak mempunyai orang tua lagi.

Kisah ibu yang kedua. Pasien saya yang sudah berumur 87 tahun, tinggal dengan suaminya yang usianya 7 tahun lebih muda darinya. Mereka telah menikah selama 60 tahun, dan mempunya 6 anak. Mereka semua sudah dewasa dan mempunyai keluarga sendiri-sendiri. Ibu ini, selama hidupnya menurut ceritanya sangat mencintai suaminya sejak mulai pertama mereka bersama, begitupun suaminya terhadap dia. Semasa muda mereka selalu bersama dalam melakukan hal apapun, entah itu pergi berlibur, makan, belanja dsb. Kebersamaan bagi mereka sangat penting dalam suatu perhubungan. Sang istri tidak pernah menyesali ataupun berkeluh kesah tentang kondisi keuangan mereka yang waktu itu bisa dibilang pas-pasan. Sang suami bekerja, dan sang istri mengurus keluarga.
Saat ini, si Ibu ini sudah sangat tua sekali, sakit-sakitan, dia didampingi suaminya setiap hari, setiap waktu. Mereka masih melakukan apapun bersama, entah itu memasak, membuat kue, belanja atau menghadiri undangan-undangan walaupun Ibu ini kondisinya secara badaniah sangat lemah. Suaminya mendorong kursi rodanya dan mengantar kemana saja yang dia inginkan. Karena tanpa kursi roda sangat mustahil untuk membawanya kemana-mana.
Pasien saya, yaitu si Ibu ini sering bercerita kepada saya, bahwa tidak ada suami yang patut dibanggakan seperti suaminya. Dia merasa sangat beruntung mendapatkan suami yang baik hati, menjaga dia dalam susah dan senang, dalam keadaan sakit dan sehat, suaminya selalu ada dimana dia ada. Sampai saat inipun suaminya rela bangun jam 2 malam demi untuk mengantarkan istrinya pergi ke toilet. Dan itu dilakukan atas dasar cinta dan saling membutuhkan kata mereka. Saya salut, bagaimana bisa hidup berumah tangga selama 60 tahun?
Apabila saya menjumpai datang ke rumah mereka, banyak hal yang saya pelajari dari mereka, tentang hidup, tentang hakikat membangun rumah tangga yang harmonis, bagaimana mencintai kekurangan pasangan dan lain sebagainya.
Saya membandingkan dengan kisah yang pertama, bahwasanya rasa ''Nerimo'' dan rasa mencintai dan memahami kekurangan masing-masing dan tak terhindar dari kesetiaan satu sama lain adalah kunci keberhasilan suatu mahligai rumah tangga yang hakiki. Kita akan merasakannya apabila kita tua nanti. Kita akan membutuhkan orang yang dekat dengan kita dimasa nanti. Siapa lagi kalau bukan suami atau istri kita. Anak-anak tidak bisa menjamin bisa memberikan apa yang kita butuhkan, karena mereka mempunyai tanggung jawab sendiri-sendiri. Dan ini memang sangat saya yakini. Kehidupan ini memang kadang berawal dengan kepahitan, ini untuk menguji sejauh mana kita bertahan untuk menuju keberhasilan. Namun kadang-kadang ada manusia yang tak mau memikirkan hal-hal yang akan terjadi nanti. Coba saja untuk membayangkan contoh yang satu ini: Apabila tiba-tiba terjadi kecelakaan pada diri kita, dan kemudian kita menjadi cacat dan tidak lagi berguna untuk meneruskan hidup seperti yang kita impikan, siapakah yang rela merawat dan menemani kita? Saya yakin pastilah pasangan kita. Seperti pasien saya ini, dia merasa bahagia walaupun kondisi badannya tidak lagi seperti dulu. Dia bahagia karena suaminya sangat mencintainya, bukan hanya mencintai kelebihan istrinya semasa dia muda dulu, akan tetapi juga mencintai kekurangan yang sekarang ada padanya. Yah...kadang-kadang kita perlu belajar dari orang yang lebih tua dari kita, yang sudah mengalami kehidupan lebih lama dari kita, karena seperti pepatah yang mengatakan, bahwa pengalaman adalah guru yang paling baik dan bijaksana...

Saturday, May 22, 2010

Kegagalan adalah sukses yang tertunda



Teringat semasa saya masih muda, dimana Ibunda menjalankan bisnisnya sebagai penerima Catering, dan menjual berbagai jenis kue basah maupun kering. Sore ini saya berkeiginginan membuat kue basah, namanya kue Mendut. Saya ingat dulu adalah tugas saya dirumah, sepulang dari kursus, tepatnya malam hari, kue Mendut harus sudah dibungkus, dan esoknya tinggal di kukus. Yah...kalau nggak salah waktu itu banyak sekali pekerjaan yang menunggu sebelum saya berangkat tidur. Nah, sore tadi saya membuat mendut, dengan mengira ngira bagaimana resep ibunda dulu. Daun pisang ada, bahan ada, akhirnya jadilah kue Mendut. Belum juga rasa bangga akan kue yang hampir selesai itu, ternyata santan yang ada didalam bungkusan pisang keluar dan masuk kedalam air kukusan. Yaaaah...payah deh, saya pikir mungkin karena saya mengukusnya terlalu lama dan terlalu panas, dan sialnya lagi, saya tinggal nonton TV. Saya perkiraakan kue matang dalam jangka waktu 25 menit, ternyata terlalu lama. Ya mau diapain lagi, rasa sih tetep enak, tapi mata yang melihat tidak puas. Itu menurut saya, tapi suami saya bilang, kenapa tadi nggak bikin kue putri mandi aja? Kan simple dan nggak pake daun pisang. Hmm..kalo dipikir-pikir bener juga. Cuma untuk saya kesannya nggak kreatif banget gitu lho. Akhirnya, saya buka bungkusan mendut satu persatu dan saya isi santan lagi kedalamnya, pesoalan selesai.

Friday, May 21, 2010

Akad Nikah



Pada bulan Desember 2009 kami mengakhiri masa lajang kami dengan memutuskan untuk hidup bersama. Akad Nikah telah menjadi saat yang penuh kenangan, dan kami melangsiúngkan acara ini di Masjid Vienna. Kelangsungan Akad Nikah kami sangat khidmah. Walaupun tidak satupun saudara yang bisa menghadiri pada saat itu, namun kami tetap merasa bahagia. Mereka hanya bisa mengirimkan doa restu.
Pada pesta Open House dirumah kami, saya menyadiakan Nasi Tumpeng. Pertama kali dalam hidup saya membuat Tumpeng dan ini berhasil. Tamu-tamupun sangat memuji kecantikan Tumpeng yang saya dekorasi. Dan sayapun sangat bangga akan kreasi yang telah saya persembahkan untuk merayakan pernikahan kami.

Monday, May 17, 2010

Khasiat Bubur Ayam


Satu minggu hanya berbaring di tempat tidur karena terserang penyakit Amandel, Bubur Ayam adalah salah satu menu yang sangat menolong dalam mengkonsumsi makanan, dikala merasakan pedih yang teramat sangat sewaktu menelan makanan. Bubur yang satu ini disamping mudah sekali dibuat, ia juga sangat nikmat. Saya pikir, kenapa susah-susah merintih karena tidak bisa menelan makanan, kalaupun Bubur Ayam pun bisa dimakan dan sangat bagus untuk membantu penyembuhan dikala tenggorokan sakit. Tapi inilah salah satu resep yang saya suka, dan keluargapun menyukainya.
Bubur Ayam bukan hanya sekedar bubur, akan te tapi kuahnya mengandung protein tinggi, karena sari Protein yang dikandung sangat bagus untuk membantu penyembuhan Influensa atau penyakit lainnya. Daging Ayam adalah salah satu daging yang sangat bermutu tinggi dibanding daging yang lain. Penelitian telah membuktikan bahwa Kuah yang terbuat dari sari daging Ayam bisa menurunkan panas dikala kita sakit. Coba saja buktikan. Resep ini selalu saya gunakan tiap kali anak saya sakit apabila suhu badannya tinggi.

Sunday, May 9, 2010

Mother's Day





I heard footsteps heading toward me, I'm sure it was my daughter's footsteps because it sounds funny and suggestive moves carefully so I did not wake up. Slowly she opened the blanket and whispered:''Mami, your breakfast is ready''. Slowly I open my eyes and smiled.Then she said:''Happy Mother's Day mom. I love you so much''. Then she gave me a kiss. Yup, that's a part of the happiness with my familyMy husband stood behind her and then gave me a kiss and hug tenderly. Apparently they have cooperated in making a surprise for me. Although actually, they often make breakfast together at the weekend. But this time was special. Because in addition to breakfast, I received a gift, a card with a poem written by my daughter. She said, before we start the breakfast, she wanted to read her poetry. I of course said yes. After she read it, I immediately hugged her and praised her for a beautifull poem that she wrote.
That is, each year is always the same, beautiful and full of memories. I love surprises, especially if my daughter or my husband who made the surprise. Life is indeed full of surprises, and any surprises that happen in my life until now was always beautiful. I hope, always ...