This is how i am living

Sunday, June 12, 2011

PERTEMANAN DALAM ISLAM



Secara umum, orang merasa senang dengan banyak teman. Manusia memang tidak bisa hidup sendiri sehingga disebut sebagai makhluk sosial. Tetapi itu bukan berarti bahwa seseorang boleh bergaul dengan sembarang orang hanya menuruti keinginan nafsunya. Sebab teman adalah personifikasi (gambaran) diri. Manusia selalu memilih teman yang ada kesamaan dengannya baik itu kesamaan dalam hobi, kecenderungan, pandangan dan pemikiran. Karena itu Islam memberi batasan-batasan yang jelas dalam soal pertemanan sebab teman ini akan memberikan pengaruh yang besar terhadap diri seseorang. Rasulullah bersabda:


Seseorang itu tergantung agama temannya. Maka hendaknya salah seorang dari kalian melihat siapa temannya.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi).

Makna hadis di atas adalah seseorang akan berbicara dan berperilaku seperti kebiasaan temannya. Karena itu Nabi Saw mengingatkan agar kita cermat dalam memilih teman. Kita harus mengenal kualitas beragama dan akhlaknya. Bila ia seorang yang shalih maka ia boleh kita temani, sebaliknya bila ia seorang yang buruk akhlaknya dan suka melanggar ajaran agama maka kita harus menjauhinya. 
Persahabatan yang paling agung adalah persahabatan yang dijalini di jalan Allah dan karena Allah, bukan untuk mendapatkan manfaat dunia, materi, jabatan atau sejenisnya. Persahabatan yang dijalini untuk saling mendapatkan keuntungan duniawi sifatnya sangat sementara. Bila keuntungan tersebut telah sirna, maka persahabatan pun putus bahkan mungkin saling bermusuhan. Berbeda dengan persahabatan yang dijalini karena Allah, tidak ada tujuan apa pun dalam persahabatan mereka, selain untuk mendapatkan ridha Allah. Orang yang semacam inilah yang kelak pada Hari Kiamat akan mendapat janji Allah. Rasulullah Saw bersabda:

“Sesungguhnya Allah pada Hari Kiamat berser : Di mana orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku? Pada hari ini akan Aku lindungi mereka dalam lindungan-Ku, pada hari yang tidak ada perlindungan, kecuali perlindungan-Ku.” (HR. Muslim)

Kemudian Allah juga menegaskan bahwa persahabatan dan persaudaraan seperti ini akan tetap berlanjut hingga di negeri Akhirat. Allah Swt berfirman:


“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS. Az-Zukhruf: 67)

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam persahabatan dalam Islam (orang yang saling mencintai karena Allah), yaitu:

Pertama, dalam persahabatan antara satu dengan yang lainnya hendaklah melakukan evaluasi diri dari waktu ke waktu. Adakah sesuatu yang mengotori kecintaan tersebut dari berbagai kepentingan duniawi? Jangan sampai ada motif-motif lain yang turut mengotori nilai-nilai persahabatan.

Kedua, saat bertemu dengan teman hendaknya kita selalu dalam keadaan wajah berseri-seri dan melemparkan senyum. Rasulullah Saw bersabda:
“Jangan sepelekan kebaikan sekecil apapun, meski hanya dengan menjumpai saudaramu dengan wajah berseri-seri.” (HR. Muslim dan Tirmidzi).

Ketiga, saling memberi hadiah di antara sesama teman. Rasulullah Saw bersabda:
“Saling berjabat tanganlah kalian, niscaya akan hilang kedengkian. Saling memberi hadiahlah kalian, niscaya kalian saling mencintai dan hilang (dari kalian) kebencian.” (HR. Imam Malik).

Keempat, memberikan pertolongan kepada teman. Prinsip menolong teman bukanlah berdasar permintaan dan keinginan hawa nafsu tetapi prinsip menolong teman adalah keinginan untuk menunjukkan dan memberi kebaikan, menjelaskan kebenaran dan tidak menipu serta berbasa-basi dengan mereka dalam urusan agama Allah. Termasuk di dalamnya adalah amar ma’ruf nahi mungkar, meskipun bertentangan dengan keinginan teman. Adapun mengikuti kemauan teman yang keliru dengan alasan solidaritas atau berbasa-basi dengan mereka atas nama persahabatan supaya mereka tidak lari dan meninggalkan kita, maka yang demikian ini bukanlah tuntunan Islam.

Kelima, lapang dada. Orang yang berlapang dada adalah orang yang pandai memahami berbagai keadaan dan sikap orang lain, baik yang menyenangkan maupun yang menjengkelkan. Ia tidak membalas kejahatan dan kezhaliman dengan kejahatan dan kezhaliman yang sejenis, juga tidak iri dan dengki kepada orang lain. Nabi bersabda:
“Seorang mukmin itu tidak punya siasat untuk kejahatan dan selalu (berakhlak) mulia, sedang orang yang fajir (tukang maksiat) adalah orang yang bersiasat untuk kejahatan dan buruk akhlaknya.” (HR. Tirmidzi)
Karena itu Nabi Saw mengajarkan agar kita berdo’a dengan: “Ya Allah,lucutilah kedengkian dalam hatiku.” (HR. Abu Daud)

Keenam, berbaik sangka kepada teman dengan cara selalu berfikir positif dan memaknai setiap sikap dan ucapannya dengan pandangan dan gambaran yang baik bukan sudut  negatif. Rasul Saw bersabda:
“Jauhilah oleh kalian berburuk sangka (dugaan yang tanpa dasar), karena buruk sangka adalah pembicaraan yang paling dusta” (HR.Bukhari dan Muslim).

Ketujuh, menyimpan rahasia teman. Setiap orang punya rahasia. Biasanya rahasia itu disampaikan kepada teman terdekat atau yang dipercayainya. Anas RA pernah diberi tahu tentang suatu rahasia oleh Nabi Saw. 
Anas RA berkata, “Nabi Saw merahasiakan kepadaku suatu rahasia. Saya tidak menceritakan tentang rahasia itu kepada seorang pun setelah beliau (wafat). Ummu Sulaim pernah menanyakannya, tetapi aku tidak memberitahukannya.” (HR. Al-Bukhari).

Teman dan saudara sejati adalah teman yang bisa menjaga rahasia temannya. Orang yang membeberkan rahasia temannya adalah seorang pengkhianat terhadap amanat. Berkhianat terhadap amanat adalah termasuk salah satu sifat orang munafik.
Semoga kita dianugerahkan hati yang ikhlas dalam menjalin tali persaudaraan dan senantiasa berdo’a sebagaimana Ibnu Umar pernah berdo’a : 


Ya Allah, anugerahilah kami hati yang bisa mencintai teman-teman kami hanya karena mengharap keridhaan-Mu. Amin.